PEKANBARU – Pegiat sosial Sri Deviyani kembali bicara soal proyek penbangunan yang menelan biaya hingga Rp42 miliar, payung elektrik di kawasan Masjid An-Nur Pekanbaru yang menuai sorotan. Soal ini pernah diangkat Sri Deviyani pada saat proyek masih dalam status pengerjaan.
Beberapa kali Sri Deviyani mengungkap persoaln terkait dugaan penyimpangan bahan membran payung yang dalam spek bahan digunakan Heytex Germany karena dinilai lebih baik dari pada bahan lain.
“Bahkan salah satu alasan yang menggugurkan perusahaan adalah dukungan spek yang diminta tidak dari principal Heytex Germany,” beber Sri Deviyani.
Sri Deviyani mengatakan bahwa ia telah mengetahui spek membran pada saat persidangan digelar di PTUN Pekanbaru.
“Bahkan percakapan antara penggugat dengan Head Asia Pacific Heytex juga terungkap dalam persidangan,” ujar Sri Deviyani.
Dikutip dari Liputan6, Rabu, 6 Desember 2023 menyebut pernah terpalnya gagal kembang saat tabligh akbar beberapa waktu lalu, payung itu kini kembali bermasalah. Pengait terpal ke rangka payung elektrik pada 4 Desember, lepas.
Rangka dicat hijau tidak mengapit lagi sehingga terpalnya terkulai, beruntung tidak jatuh karena masih ada pengait lainnya.
Tiupan angin kencang disertai hujan pada akhir pekan lalu di Pekanbaru diduga menjadi faktor. Apalagi sudah beberapa kali sejumlah payung bernilai fantastis itu tidak tahan diterpa cuaca buruk.
Pantauan di lokasi, pengait terpal payung sepertinya bukan benda yang kokoh. Begitu juga dengan terpalnya yang seolah seperti bahan yang digunakan membuat ‘baliho’.
Tidak terlihat petugas sedang memperbaiki payung itu. Bisa saja saat itu tengah istirahat Salat Zuhur karena di sekitar payung ada rangka besi yang biasa digunakan tukang untuk memanjat.
Payung elektrik Masjid An-Nur Pekanbaru ada 6 buah. Sebanyak 5 payung lainnya kuncup karena memang tidak pernah dibuka. Biasanya payung dibuka saat kegiatan besar saja, tidak seperti payung elektrik di Aceh dan Madinah yang selalu terbuka.
Payung tersebut merupakan bagian pembangunan masjid. Ada bentangan keramik luas tersusun meskipun di sejumlah sisi sudah retak bahkan ada yang berlubang.
Keramik di sekitar payung juga tergenang air beberapa milimeter saja. Berjalan di atasnya harus hati-hati karena bisa saja terjatuh akibat licin.
Seorang jamaah usai salat sempat mengabadikan payung yang pernah digembar-gemborkan menjadi daya tarik wisata religi itu. Pengunjung tadi juga memotret payung yang terpalnya lepas dari pengait.
“Lepas itu ya bang, mungkin karena hujan deras kemarin,” kata anggota jemaah bernama Irawan tadi, Selasa siang, 5 Desember 2023.
Dia kaget begitu mengetahui pembangunan payung dan paket proyek di masjid tersebut menelan biaya Rp42 miliar.
“Sayang, biaya pembangunannya begitu tapi hasilnya begini,” jelasnya.
Sebagai informasi, proyek ini tengah diusut oleh jaksa Pidana Khusus Kejati Riau. Penyelidikannya hampir selesai karena penyidik tengah meminta keterangan ahli fisik. Asisten Pidana Khusus Kejati Riau Imran Yusuf menjelaskan, tim tinggal selangkah lagi merampungkan penyelidikan Payung Elektrik bernilai Rp42 miliar itu.
Imran menyatakan ahli sangat diperlukan dengan tujuan melihat langsung apakah ada unsur perbuatan melawan hukum dalam pembangunan payung tersebut.
“Walaupun sudah ada temuan (Badan Pemeriksa Keuangan), kami akan melihat kembali ke lapangan,” kata Imran.
Bentuk Tim
Kejati membentuk tim pengusutan proyek elektrik. Tim yang dibentuk mencari alat bukti dengan meminta keterangan 13 pihak.
Payung elektrik ini bersumber dari APBD Riau dan dijadwalkan selesai pada akhir Desember 2022. Ada 6 payung elektrik yang dibangun termasuk fasilitas pelengkap lainnya.
Proyek prestisius Syamsuar sewaktu menjabat Gubernur Riau ini dikerjakan oleh PT Bersinar Jesstive Mandiri.
Hingga akhir Desember dan 2 kali perpanjangan waktu hingga tahun 2023, perusahaan itu tidak mampu menyelesaikan.
Pemerintah Provinsi Riau memasukkan perusahaan itu ke daftar hitam. Belakangan meskipun sudah habis kontrak, perusahaan tetap melanjutkan pekerjaan dengan dalih tanggungjawab moral dan tanpa bayaran dari pemerintah.
Payung dan fasilitas lainnya selesai. Payung itu sempat dipakai dalam kegiatan tabligh akbar Pemerintah Provinsi Riau dan tidak dikembangkan alias kuncup hingga beberapa bulan.
Beberapa waktu lalu payung itu kembali digunakan tapi beberapa di antaranya gagal mengembangkan dengan alasan teknis.
Temuan BPK
Berdasarkan audit Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK Tahun 2022, ada sejumlah temuan teknis di sejumlah bagian payung. Di antaranya, motor listrik yang seharusnya buatan Eropa, merek Groundfos diganti dengan Aero produk Asia.
Ada juga temuan penggunaan produk dari negara lain yang tidak diatur dalam kontrak. Temuan ini bernilai Rp2.700.000.000,00.
Selain itu, LHP juga mengungkapkan pemasangan Ball Screwdan Nut yang dipasang merek Hiwin (produk Taiwan), seharusnya yang dipasang adalah Ball Screwdan Nut Merek THK (Produk Jepang). Jenis spare part ini senilai Rp2.040.000.000,00.
Audit BPK juga menyatakan jika perbedaan spesifikasi item yang terpasang dengan spesifikasi kontrak seharusnya mendapat persetujuan tertulis dari Pejabat Penandatangan Kontrak.
Menanggapi audit BPK Sri Deviyani menyebut bahwa seharusnya BPK lebih jeli melihat spek. Sri Deviyani menyarankan BPK jangan kalah cerdas dengan oknum kontraktor. Coba cek membran payung tersebut apakah memang sesuai dengan dukungan produk Heytex Germany sebagaimana yang terungkal di persidangan PTUN.
“Biar efektif dan efisien sekalian aja BPK periksa membran dan kroscek apakah membran memang buatan Heytex Germany,” tutup Sri Deviyani.
(red)